Masalah Kependudukan dan Program KB

Masalah Kependudukan dan Program KB

Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari hasil sensus penduduk 2010, Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen pertahun, sementara pada tahun 2008 masih tercatat 288,53 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk ini jika tetap pada angka itu, pada 2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa. Peningkatan penduduk yang tinggi ini akan mengakibatkan permasalahan jika tidak dikendalikan (BKKBN, 2010).
Upaya untuk mengatasi ledakan jumlah pendudukan tersebut salah satunya adalah melalui program Keluarga Berencana (KB). KB ini merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang bertujuan melembagakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
Program KB saat ini sudah merupakan suatu keharusan dalam upaya menanggulangi pertumbuhan penduduk dunia umumnya dan penduduk Indonesia khususnya. Berhasil tidaknya kita melaksanakan program KB ini akan menentukan berhasil tidaknya dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia (BKKBN, 2010).
Program pencapaian kesejahteraan bangsa menjadi target Millenium Development Goals (MDGs) hingga tahun 2015. Program KB Nasional telah memiliki visi dan misi terbaru yaitu dengan visi penduduk tumbuh seimbang 2015 dan misinya mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan serta mewujudkan kelurga kecil bahagia sejahtera (Muryanta, 2010).
Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008, persentase wanita berumur 10 tahun ke atas pernah kawin dengan jumlah anak yang dilahirkan hidup terbesar adalah 0-2 orang (49,72%) dan 3-5 orang (35,83%) untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Proporsi wanita 15-49 tahun yang berstatus kawin dan sedang memakai/menggunakan alat KB menurut Susenas tahun 2008 sebesar 56,62%, hal ini menunjukkan tidak mengalami perkembangan sejak tahun 2004. Persentase wanita pengguna alat kontrasepsi hingga tahun 2008 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pilihan alat kontrasepsi suntik dan pil KB masih terbanyak diminati oleh para wanita yang berstatus kawin dengan persentase 58,7%
untuk kontrasepsi suntik dan 23,9% untuk pil KB (Depkes RI, 2009).
Jenis kontrasepsi suntik yang di sediakan dalam program KB Nasional salah satunya adalah Depo Provera 150 mg, yang diberikan setiap tiga bulan. Kontrasepsi suntik ini mempunyai daya kerja yang lama, yakni dalam rentang waktu tiga bulan pemakaian, akan tetapi setiap metode kontrasepsi tentu mempunyai efek samping. Efek samping yang sering ditemukan pada kontrasepsi suntik ini salah satunya adalah perubahan berat badan, dan gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat dan sebagainya (Hartanto, 2003).
Gangguan pola haid yang terjadi tergantung pada lama pemakaian. Gangguan pola haid yang terjadi seperti perdarahan bercak/flek, perdarahan irreguler, amenore dan perubahan dalam frekuensi, lama dan jumlah darah yang hilang (Hartanto, 2003).
Perempuan memiliki panjang siklus menstruasi yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain hormon estrogen yang dimiliki, tingkat stres, asupan gizi dan faktor keturunan serta penyakit. Berkaitan dengan KB suntik sebagai kontrasepsi hormonal dapat merangsang ovarium untuk membuat estrogen dan  progesteron. Kedua hormon tersebut yang dapat mencegah terjadinya ovulasi sehingga dapat mempengaruhi siklus menstruasi (Hanafi, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Murdiyanti & Putri (2007) yang meneliti tentang perbedaan siklus menstruasi antara ibu yang menggunakan alat kontrasepsi IUD dengan kontrasepsi suntik didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya dimana pada responden yang menggunakan KB suntik memiliki kecenderungan terjadinya haid yang tidak teratur.

Sumber: Depkes RI

0 Response to "Masalah Kependudukan dan Program KB"

Post a Comment